Detil Berita
 
Pasuruan, Alternatif Angkutan Peti Kemas
Tanggal  : 22 Januari 2007
Korporat
   
Semburan lumpur panas dari sumur Banjarpanji, desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, sampai dengan hari ke-413 belum berhasil ditangani. Ruas jalan tol pada km 38-39 Gempol Porong beberapa kali sempat ditutup total. Jumlah kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Disamping kerugian fisik, terdapat kerugian lain akibat luapan lumpur panas, antara lain: 1. Ongkos sosial yang cukup tinggi akibat trauma masyarakat 2. Merosotnya usaha sektor ekonomi formal maupun non formal 3. Melemahnya kontribusi Jatim terhadap realisasi ekspor nasional 4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi terkait 5. Meningkatnya angka pengangguran dan kemungkinan naiknya kriminalitas Kesan melambatnya penanganan semburan lumpur panas akan meningkatkan akumulasi kerugian dan hilangnya kesempatan dalam meraih pendapatan. Presdir TPS, Adji Pamungkas, menyatakan bahwa penurunan throughput di TPS bukan semata-mata disebabkan oleh kemacetan akibat gangguan lumpur di jalan tol, tetapi juga kerena iklim investasi seperti hengkangnya beberapa perusahaan ke Vietnam, melemahnya iklim perdagangan dan industri di Jatim. Pernyataan Presdir TPS di atas juga dibenarkan oleh Ketua GPEI Jatim Isdarmawan Asrikan yang juga menengarai terjadinya perpindahan pengapalan peti kemas ekspor dari Tanjung Perak ke pelabuhan lain seperti Benoa Bali, Tanjung Emas Semarang, bahkan Tanjung Priok Jakarta. Setidaknya ada 9 perusahaan industri di Pasuruan yang mulai berfikir untuk merelokasi pabriknya. Dan rencananya akan dilakukan ke kabupaten lain di Jawa Timur seperti Gresik dan Lamongan dengan pertimbangan lebih dekat dengan outlet eksport lewat TPS. Atau bahkan merelokasi pabriknya ke luar negeri seperti Malaysia dan Vietnam. Tawaran solusi datang dari Gapasdaf Jatim untuk memanfaatkan angkutan lewat laut yaitu kapal ro-ro dengan mengoperasikan armada kapal Roro dari Pasuruan ke Tanjung Perak pulang pergi. Solusi ini dianggap lebih masuk akal karena dengan melihat peta, tampak perbandingan jarak Pasuruan-Surabaya lewat darat mencapai 60 km. Dalam kondisi adanya luapan lumpur, jarak ini harus ditempuh 5-7 jam. Namun jika ditempuh lewat laut jaraknya 37 mil dengan waktu tempuh lewat alur timur Selat Madura sekitar 4 jam. Yang menjadi pertanyaan adalah mungkinkah pelabuhan Pasuruan yang saat ini hanya berfungsi sebagai Pelra pengangkutan kayu ini difungsikan untuk dikunjungi kapal-kapal Roro. Sedangkan ditinjau dari kondisi geografisnya, pelabuhan ini memiliki kedalaman kolam sekitar -1,5 m LWS. Oleh karenanya, Pasuruan harus lebih dulu dibenahi dengan pengerukan sejauh 200 m untuk mendapatkan kedalaman -2,5 m LWS. Kedalaman ini baru bisa digunakan untuk kapal Roro. Permasalahannya siapa yang berkewajiban melakukan pengerukan? Ada beberapa cara yang bisa ditempuh: 1. Diserahkan pada pemerintah pusat, konsekuensinya harus melewati proses berliku 2. Memberi kewenangan pada Pelindo III selaku operator Pelabuhan, tapi mngingat saat ini Pelindo III sedang konsentrasi pada pembangunan fasilitas baru serta pemeliharaan pelabuhan strategis lain, maka anggaran akan sulit disisihkan 3. Menyerahkan pada Pemkot Pasuruan sebagai pemilik wilayah, namun tampaknya dana segar sulit dicurahkan 4. Membentuk konsorsium yang terdiri dari Pemkab Pasuruan, Pelindo III, serta pelaku bisnis dan pengusaha industri yang memiliki kepentingan dengan pemberdayaan pelabuhan Pasuruan sebagai pintu keluar masuk ekspor impor.