Presiden Direktur TPS Adji Pamungkas dikenal sebagai orang penyabar. Tapi ketika harus berhadapan dengan situasi yang disebabkan oleh ulah Kodeco, tak urung ia bisa berbicara dalam nada tinggi: ¿Masalahnya sudah mengancam kelangsungan kegiatan bongkar muat di TPS. Pemasangan pipa penyalur gas yang dilakukan oleh kontraktor yang ditunjuk oleh Kodeco, sudah menyalahi aturan. Kami sudah secara prosedural melaporkan kondisi lapangan kepada Adpel Tannjungperak, yang ditindak lanjuti dengan kunjungan Dirjen sebagai wakil pemerintah yang memegang otoritas dalam menangani alur pelayaran. Karena itu kami merasa tak perlu bicara langsung dengan wakil Kodeco yang hadir pada saat itu¿.
Pada pertemuan di ruang pertemuan kantor Adpel tanjungperak, kodeco hanya mengirimkan petugas sekuriti, dan dalam pertemuan dengan Dirjen Perhubungan Laut perusahaan PMA pemboran minyak itu hanya diwakili petugas yang t5ak memiliki kewenangan memutuskan.
Jalan Pintas
Masalahnya berawal dari kegiatan pemasangan pipa gas oleh kontraktor yang ditunjuk Kodeco Energy Co Ltd, sepanjang 70 Km dari Poleng, perairan lepas pantai Madura ke gresik guna mendukung penambahan pasokan lewat pipa yang sudah ada sebelumnya. Ternyata kemudian, pemasangan dilakukan dengan jalan pintas dengan ¿memotong¿ alur pelayaran barat Surabaya.
Dalam rangka pemasangan pipa tambahan pada tahun 2006 Kodeco mengajukan permohonan ijin dan mendapat persetujuan lewat surat No.B.XXXIV.394 tanggal 31 Agustus 2006. Ijin pemasangan pipa yang berlaku satu tahun tersebut tak dimanfaatkan oleh Kodeco, dan pada akhir 2007 tanpa lebih dulu melakukan kordinasi dengan Adpel Tanjungperak dan Adpel Gresik, Kodeco meminta perpanjangan waktu pekerjaan fisik dan dapat dari Dirjen Hubla. Berdasa ijin tersebut. Adpel Tanjungperak dan Adpel Gresik memberi rekomendasi dengan catatan agar pemasangan pipa baru dilakukan berdampingan dengan pipa sebelumnya.
Melalui surat tanggal 8 Januari 2008, Adpel Tanjungperak meminta agar Kodeco melakukan presentasi rencana pemasangan pipa, tetapi hal tersebut tidak mendapat tanggapan. Tentang hal tersebut, adpel Tanjungperak Sri Untung menjelaskan: ¿Selain tak mengindahkan permintaan melakukan presentasi, secara diam-diam Kodeco mulai melaksanakan pemasangan pipa di lokasi buoy 7, dengan ¿potong kompas¿ melintang di alur pelayaran hingga mengganggu keluar masuknya kapal dari dan menuju Pelabuhan Tanjungperak¿.
Muncul Kecerobohan
Sebenarnya kegiatan Kodeco di perairan lepas pantai Madura bukanlah baru. Perusahaan berstatus PMA yang juga mempunyai jaringan bisnis aneka ragam di seluruh Indonesia ini, melakuikan pemasangan pipa baru sebagai sarana menambahan kapasitas produksi gas tujuan ekspor. Selain itu juga untuk pasokan keperluan local, untuk industri yang melakukan konversi BBM ke energi alternatif.
Karena apa yang terjadi di alur pelayaran barat Surabaya cukup mengherankan, kalau dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan telah muncul kecerobohan yang bisa merugikan banyak fihak. Hal tersebut segera memancing spekulasi pendapat:
a. Pekerjaan tersebut sengaja dilakukan dengan cara memanipulasi volume agar terjadi penghematan pemakaian bahan dan waktu pengerjaan, merupakan ulah kontraktor yang ingin mengeruk keuntungan lebih besar;
b. Kemungkinan terjadi ketidak mampuan mengaplikasikan cetak biru ke dalam pelaksanaan teknis di lapangan;
c. Adanya kelemahan pengawasan fihak terkait yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan SDM dan atau alat-alat mendeteksi pekerjaan bawah air;
d. Gambaran arogansi perusahaan besar yang memandang semua persoalan bisa diselesaikan dengan uang dan pengaruh pejabat yang memiliki kewenangan.
Terlepas dari mana yang benar diantara pendapat di atas, proyek pemasangan pipa di Alur Pelayaran Barat Surabaya telah terbukti melanggar berbagai ketentuan yang direkomendasikan oleh Adpel Tanjungperak dan Adpel Gresik, meliuputi:
– Pemasangan pipa baru harus dilakukan berdampingan dengan pipa lama yang sudah ada;
– Pipa harus ditanam minimal sedalam 30 meter pada perairan di sisi alur pada titik yang paling dalam yaitu ¿16 meter LWS;
– Pekerjaan pemasangan pipa, harus dilakukan setelah pukul 20.000 WIB.
Dari perbincangan Dermaga dengan staf Direktorat Teknik Kantor Pusat Pelindo III, didapat keterangan bahwa pemasangan pipa yang menyalahi cetak biru dan diluar ketentuan, bisa menjadi pelanggaran serius didalam dunia pelayaran.
¿Untuk menggeser satu derajat pada peta pelayaran saja, harus dilaporkan ke Dinas navigasi untuk disiarkan secara internasional, utamanya kepada nakhoda kapal yang akan masuk ke alur pelayaran tersebut¿ jelas seorang staf yang berpengalaman dalam melakukan sounding dan mencitraan bawah air untuk jadi dasar pembuatan peta pelayaran.
Ganggu Pelayaran
Apa yang terjadi di lapangan, justru merupakan pelanggaran berganda karena selain melecehkan fungsi Adpel selaku ujung tombak Departemen perhubungan, juga melakukan pekerjaan tidak sesuai rekomendasi dari institusi yang memiliki otoritas di bidang pelayaran. Lebih parah lagi, Kodeco ternyata membiarkan dilakukannya cara ¿potong kompas¿ dan peletakan pipa tidak ditanam sesuai ketentuan, tetapi dibiarkan terletak di dasar perairan, yang berakibat terganggunya pelayaran.
Pekerjaan pemasangan pipa pada lokasi antara bouy 6 sampai dengan bouy 11 dilakukan mulai 8 Februari 2008, tanpa lebih dulu melakukan koordinasi dengan fihak Adpel Tanjungperak maupun Gresik. Akibat dari pekerjaan itu sebanyak 17 unit kapal yang sedianya melakukan aktifitas, tak berani melewati alur. Di antara kapal-kapal tersebut terdapat 7 kapal pengangkut petikemas: MV Leo Authority, MV Yang Ming People, MV Kota Rajin. MV Sinar Bitung, MV Colombo Star II, MV Uni Prodent dan MV Kama Bhum.
Tangal 9 Februari 2008 masalah tersebut dilaporkan ke Ditjenla, yang segera meminta agar Kodeco menghentikan pekerjaan lewat surat No.023/12.OPS/II.2008. Namun dengan berbagai cara, Kodeco melakukan lobby ke berbagai fihak, dengan hasil keluarnya ijin meneruskan proyek pada 15 Februari, meski dengan catatan harus tetap melakukan koordinasi dengan Adpel Tanjungperak dan Gresik.
Kendati terdapat ada catatan seperti tersebut di atas, tetapi kembali Kodeco tak menghiraukan hal itu. Hal tersebut terbukti dalam kegatan meneruskan proyek tanpa koordinasi dengan Adpel Tanjungperak maupun Gresik. Mengetahui hal tersebut, pada 16 Februari 2008 Adpel Tanjungperak menghentikan pekerjaan pamasangan pipa. Namun larangan tersebut seakan angin lalu, karena pada tanggal 18 Februari 2008 dilakukan pekerjaan kembali, dengan bergeser di ke sebelah barat bouy 9. Bahkan kemudian tanggal 23 dan 24 Februari pekerjaan pemasangan pipa diteruskan ke sebelah timur, dengan tetap memotong alur.
Menghadapi kebandelan Kodeco seperti itu, tanggal 25 Februari 2008 Adpel Tanjungperak melakukan rapat koordinasi yang dihadiri Adpel Gresik, PT TPS, Managemen Pelabuhan III Cabang Tanjungperak, INSA dan Distrik Navigasi. Kodeco yang diundang hanya mengutus petugas yang tak memiliki kapasitas memutuskan persoalan. Tanggal 27 Februari para peserta rapat di Kantor Adpel Tanjungperak menghadap Dirjen Hubla, yang ditindaklanjuti dengan kunjungan Dirjen ke Surabaya untuk melakukan inspeksi lapangan.
Meski sudah ada perintah penghentian pekerjaan, tetapi ternyata masalahnya tak berhenti sampai disitu.