Sejak jaman kerajan Mataram, Pelabuhan Semarang merupakan tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang yang datang dari berbagai daerah. Semarang waktu itu merupakan kota kecil yang dibangun menghadap ke Laut Jawa sekitar Benteng Belanda. Kali Semarang pernah menjadi satu-satunya urat nadi perdagangan yang mengangkut barang-barang dengan perahu kecil dari kota ke kapal-kapal besar yang berlabuh jauh dilepas pantai dan sebaliknya.1
|
Dilihat dari Menara Suar yang tertulis angka 1874 dapat menunjukan bahwa Pelabuhan Semarang dibangun pada permulaan abad ke XIX. Kota Semarang terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga lahan untuk mendirikan gudang di sepanjang Kali Semarang menjadi masalah yang serius disamping Kali Semarang sendiri tidak bisa mempertahankan kedalamannya akibat adanya endapan lumpur. Untuk memenuhi tuntutan perkembangan kota, maka dibuatlah perencanaan pelabuhan pada tahun 1886 untuk membangun pelabuhan dalam dan pelabuhan coaster.
|
Setelah pembangunan itu, perdagangan di Pelabuhan Semarang meningkat pesat. Dalam hal bongkar muat barang pada tahun 1925 pernah menduduki peringkat ke III setelah Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.
|
Melihat Pelabuhan Semarang semakin ramai maka oleh Pemerintah Belanda dibangun jalur kereta api yang menghubungkan pelabuhan dengan daerah-daerah lainnya. Komodit utama yang diangkut degan kereta api di Jawa Tengah adalah minyak, semen dan pupuk. Namun selepas tahun 1925, tidak ada lagi perluasan yang berarti, hanya pembangunan secara kecil-kecil saja sifatnya. Meskipun belum ada ekspansi besar-besaran, potensi kearah perkembangan tetap besar.
|
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dengan seiring meningkatnya kegiatan operasional pelabuhan Tanjung Emas, maka diperlukan penambahan fasilitas, sehingga pada tahun 1963 dibangun Pelabuhan Coaster atau Pelabuhan Nusantara yang dapat menampung kapal-kapal yang berukuran + 2.000 DWT. Sedangkan kapal-kapal yang berukuran lebih besar, masih harus berlabuh dan melakukan aktivitas bongkar muat di Rede yang jaraknya + 3 mil dari pelabuhan dengan memakai tongkang.
|
Seiring kemajuan pelabuhan dibangunlah beberapa fasilitas pendukung. Proyek pembangunan tahap I telah selesai dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Nopember 1985 serta diberi nama Pelabuhan Tanjung Emas. Pelabuhan Tanjung Emas telah menyelesaikan pembangunan tahap II antara lain berupa pembangunan Dermaga Peti Kemas sepanjang 345 m dengan fasilitas alat bongkar muat container berupa 4 unit Gantry Crane dan 8 unit RTG. Proyek tahap II diarahkan sebagai salah satu pelabuhan container di Indonesia sebagai perwujudan partisipasi dalam milenium ketiga dan globalisasi, difokuskan pada pengembangan fasilitas dan penyediaan peralatan bongkar muat untuk container. Untuk mewujudkan multi moda transportasi yang terpadu telah dioperasikan Dry Port Solo-Jebres secara penuh.
|