Dalam kunjungannya di kawasan Tanjung Perak, Surabaya, Lima orang menteri sepakat atas pemindahan pipa minyak dan gas milik Kodeco Energy Ltd dari lokasi saat ini yang menghambat Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS), Namun Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengungkapkan bahwa problem Alur (APBS) akibat keberadaan pipa Kodeco dalam jangka pendek bisa di Surabaya diatasi cukup dengan mendalamkan pipa hingga minus 19 low water spring (LWS) dari posisi saat ini sekitar minus 12 LWS.
“Dalam jangka pendek, problem pelayaran pada alur yang memiliki lebar 100 meter ini cukup dengan melakukan pendalaman pipa hingga minus 19 LWS,” ungkap Hatta Rajasa di kantor Terminal Petikemas Surabaya (TPS). Dan untuk kebijakan tersebut, sudah disepakati pendalaman akan dimulai tanggal 27 Agustus dan berakhir pada 10 November 2010 besok.
Djarwo Suryanto, Dirut Pelindo III saat menerima para Menteri di TPS Tg Perak
“Setelah pemendaman pipa gas , baru dikembangkan jalur alternatifnya. Namun itu tidak bisa sesingkat ini, harus dibicarakan dan dipikirkan secara komperhensif. Sebab, ini harus mempertimbangkan pasokan gas untuk pembangkit PLN yang berada di Gresik,” tambah Mustafa Abubakar. Di sisi lain, kalangan industri Jawa Timur bersama Gubernur Jatim Soekarwo tetap mendesak untuk dilakukan relokasi pipa. Pasalnya selain mengganggu aktivitas pelayaran dan keamanan pelayaran Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pemprov Jatim bersama swasta juga tengah mengembangkan pelabuhan baru di Socah Bangkalan.
Menurut Menteri Perhubungan Freddy Numberi bahwa pipa gas Kodeco desak harus segera disingkirkan dari APBS, mengingat kejenuhan di Pelabuhan Tanjung Perak sudah sangat tinggi, “Untuk mengurangi kepadatan Tanjung Perak, Pelabuhan Socah (Bangkalan, Madura) harus segera direalisasikan. Pelabuhan Socah tidak dapat beroperasi, kalau pipa Kodeco tak segera dipindahkan,” katanya.
Saat memberikan paparan di depan lima menteri, Gubernur Soekarwo mengatakan, keberadaan pipa itu telah menyebabkan terjadinya inefisiensi perekonomian sekitar 40-50 persen di Jatim. Sebelumnya pipa tersebut terpasang di kedalaman 6 meter dari dasar laut. Hal ini mengakibatkan arus bongkar-muat kapal di Pelabuhan Tanjung Perak terganggu. Kapal-kapal yang mengangkut kontainer hingga 5.000 Teus harus menunggu dua hingga tiga hari untuk bisa melintas perairan di atas pipa tersebut. Itu pun harus dalam situasi air laut pasang. Saat ini pipa itu dalam posisi 8,5 meter dari dasar laut dari target sedalam 12 meter. Namun, Gubernur Soekarwo dan kalangan pengusaha di Jatim meminta pendalaman hingga mencapai 19 meter.
Dari kunjungan para Menteri, dapat disimpulkan Pemerintah berpandangan bahwa pemindahan pipa wajib untuk dipindahkan, hanya faktor waktunya akan ditentukan setelah pelaksanaan pemendaman -19 meter LWS selesai dilaksanakan pada Nopember 2010 tentu dengan mempertimbangkan azas tehnis, tahapan pembangunan dan financial recovery,
Menurut Husein Latief, Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Pelindo III bahwa bagi Pelindo III supaya hal ini supaya segera cepat dilaksanakan buat upaya mewujudkan harapan stake-holder yaitu melebarkan dan mendalamkan alur dengan tahapan -12 meter, -14 meter dan -16 meter kemudian ada permintaan lagi agar menjadi -19 meter, supaya kecelakaan kapal Tanto yang terjadi 1,5 tahun yang lalu dan in-efisiensi muatan yang terjadi saat ini tidak terjadi lagi dimasa mendatang. Untuk itu pemerintah diharapkan bisa mendorong Kodeco untuk menyamakan pemikiran yaitu menhilangkan atau mencabut hambatan utama bagi tumbuhnya perekonomian dan perdagangan Jawa Timur dan Indonesia tengah dan timur melalui peyendiaan Pelabuhan yang “highly acessible” dan “ productive” di Pelabuhan Tg Perak
(Humas Pelindo III)