Ini merupakan kabar yang menyesakkan bagi pengguna jasa di pelabuhan.
Pasalnya, Ongkos Pelabuhan Pemuatan dan Ongkos Pelabuhan Tujuan (OPP/OPT)
atau yang sering disebut tarif bongkar muat Pelabuhan Tanjung Perak
naik 22,5 persen. Tarif baru tersebut diberlakukan sejak 15 Februari
2008.
Usai rapat anggota DPW Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia
(APBMI) Jatim, Selasa, 5 Februari 2008, Ketua DPW APBMI Jawa Timur Capt
Prijanto mengatakan, kenaikan OPP/OPT merupakan tindak lanjut penyesuaian
setelah komponen biaya lain di Pelabuhan Tanjung Perak naik.
"Kenaikan ini tidak besar karena biaya buruh pelabuhan sudah
naik duluan sebesar 24,24 persen. Jadi jangan ada anggapan PBM mendapatkan
untung besar," kata Prijanto di dampingi Sekretaris APBMI Fernanto
dan Wakil Ketua APBMI Romzi Abdullah. Sosialisasi tarif OPP/OPT baru
kepada anggota APBMI, setelah APBMI mendapatkan kesepakatan bersama
dengan asosiasi pelabuhan lain, seperti DPC INSA Surabaya, DPD GPEI
Jawa Timur, dan DPD GINSI Jawa Timur dan disahkan Administrator Pelabuhan
(Adpel) Tanjung Perak Capt Sri Untung.
Dalam rapat anggota juga disampaikan bahwa APBMI sedang mengkaji pembentukan
PBM konsorsium untuk mengelola Terminal Nilam yang sekarang sedang dibangun
Pelindo III. Para anggota asosiasi menyatakan setuju dengan gagasan
tersebut karena eksistensi PBM di Tanjung Perak bisa lebih diperhitungkan.
Adapun formulasinya tetap melibatkan semua anggota.
Munculnya PBM Konsorsium untuk Terminal Nilam setelah Pelindo III
menginginkan pembangunan Terminal Nilam menjadi Terminal Multi Purpose
yang bisa melayani kapal curah, petikemas, dan general cargo. Di terminal
multi purpose tersebut juga akan ditempatkan gantry crane (GC) dan rubber
tyred gantry (RTG) masing-masing dua unit dan sejumlah peralatan berat
lainnya. Fasilitas dermaga juga akan dilebarkan dan ditinggikan PBM
Konsorsium memang baru sebatas pembicaraan lisan saja.
Pihaknya belum mendapatkan gambaran secara konkret. "Kalau sudah
melangkah ke PBM Konsorsium, kita akan lebih serius dan lebih konkrit
mengenai aturan main secara operasional. Anggota pasti akan kita libatkan.
Gambarannya tidak jauh beda dengan PBM Operator, semua anggota bisa
bekerjasama," cetusnya.
Inilah Komponen Tarif Baru OPP/OPT Tanjung Perak (dalam
Rupiah) :
|
JENIS BARANG |
STV |
CD |
R/D |
FIOS |
LINER |
T/LFIOS |
TL/LINER |
1. |
General Cargo |
19.290 |
21.375 |
12.528 |
53.194 |
33.903 |
36.242 |
16952 |
2. |
Bag Cargo |
16.626 |
19.252 |
10.909 |
46.788 |
30.161 |
31.707 |
15.081 |
3. |
Curah Kering |
7.256 |
8.442 |
4.948 |
20.646 |
13.390 |
13.951 |
6.695 |
4. |
Barang Cair (drum) |
13.780 |
15.292 |
9.260 |
38.332 |
24.552 |
26.056 |
12.276 |
5. |
Bhn Baku Prod. Besi |
8.355 |
9.315 |
5.583 |
23.253 |
14.898 |
15.804 |
7.449 |
Sumber: DPW APBMI Jatim,
2008
Tarif baru bongkar muat yang diberlakukan sejak 15 Februari
lalu merupakan beban tersendiri bagi pemilik kapal maupun operator kapal
karena dalam kondisi ekonomi seperti ini pemilik barang pun tentu akan
merasa berat jika tariff bongkar muat dinaikkan. Sejauh ini, kata Direktur
PT Prima Vista Sjarifuddin Mallarangan, biaya bongkar muat antara operator
dan pemilik barang dilakukan lewat negosiasi. Sehingga tak ada pihak yang
merasa dirugikan, apalagi pihaknya mengacu pada patokan OPP/OPT di Tanjung
Perak. “Nah, kalau melihat INSA sudah sepakat, maka sebagai anggota
kami juga wajib mematuhi ketentuan itu. Tugas kami tinggal menyosialisasikan
patokan tarif baru itu ke pelanggan,” ujarnya.
Selain itu, pengusaha pelayaran juga dibebani seabrek
masalah agar kapalnya tetap fit mengarungi lautan. Tak pelak jika pengukuran
standar keselamatan dan kelaikan kapal berdasar umur dikeluhkan pelaku
bisnis penyeberangan. Sebab, dengan perawatan dan pemeliharaan yang baik
kapal tua pun masih laik beroperasi maksimal. Sayangnya, biaya perawatan
dan pemeliharaan kapal sama sekali tidak murah.
Diakuinya, perawatan dan pemeliharaan jauh lebih penting
daripada umur kapal. "Kalau mesinnya sudah tidak layak lagi, bisa
saja diganti dengan yang baru," ujarnya. Pasalnya, biaya yang harus
dikeluarkan pengusaha untuk merawat dan memelihara kapal memang tinggi.
Apalagi, jika sampai harus mengganti mesin.
Tingginya biaya perawatan dan pemeliharaan itulah sering
menghambat bisnis pengusaha kapal. Sebab, sampai saat ini belum ada institusi
finansial non-bank yang bersedia memberikan dana. Sementara sebagian pengusaha
kapal kurang suka berurusan dengan bank. "Selain bunganya tinggi,
persyaratan yang ditetapkan bank bagi peminjam juga tidak mudah,"
katanya. Sayangnya, sejak PT PANN Multi Finance berhenti membiayai kapal,
tidak ada lagi lembaga non-bank yang menggantikannya. "Padahal, keberadaan
PT Pann sangat membantu pengusaha. Terutama, mereka yang modalnya tidak
besar," kata ketua bidang organisasi dan keanggotaan DPC INSA Surabaya
ini.
Karena itu, standar keselamatan tidak bisa ditetapkan
secara seragam, sebab masing-masing pelabuhan memiliki standar berbeda.
Rute dan jarak tempuh kapal yang berbeda ikut menentukan standar keselamatan.
Begitu juga, alat-alat keselamatan yang harus ada pada kapal penyeberangan
pun tidak sama. (Mirah)
|