SEMARANG: PT Optima Sinergi Comvestama (Opsico), distributor besar elpiji di Jawa Tengah, akan membangun terminal penampungan dengan investasi Rp400 miliar di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Presiden Komisaris Opsico Mustain Sjadzali mengungkapkan terminal penampung liquified petroleum gas (LPG) atau elpiji berkapasitas 10.000 ton itu akan dibangun di atas lahan seluas 4 hektare dengan investasi Rp400 miliar.
“Aktivitas terminal tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap gas elpiji yang setiap tahun meningkat cukup pesat,” katanya kemarin.
Pembangunan terminal berkapasitas 2.500 metrik ton per tangki itu, lanjut Mustain, akan memberikan kepastian pasokan gas bagi Jateng dan DI Yogyakarta yang membutuhkan sekitar 1.400 ton per hari.
”Pengerjaan fisik proyek ini akan dimulai awal September,” ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan terminal penampung berfungsi menerima elpiji dalam bentuk cair dari kapal Pertamina yang akan berlabuh di dermaga yang berlokasi tidak jauh dari terminal tersebut.
Selanjutnya, elpiji tersebut akan disalurkan melalui pipa sepanjang 1.200 meter dan dimasukkan ke dalam empat tangki masing-masing berkapasitas 2.500 ton. Gas diteruskan ke truk tangki untuk dibawa ke tempat pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Selain terminal penampungan elpiji, Pelabuhan Tanjung Emas juga segera dilengkapi dengan terminal batu bara yang akan dibangun di lahan seluas 3 hektare.
Terminal batu bara
General Manager PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Pelabuhan Tanjung Emas Bambang Subekti mengungkapkan pembangunan terminal batu bara senilai Rp30 miliar itu akan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas, termasuk dermaga jeti.
“Kami berupaya segera merealisasikan pembangunan terminal batu bara. Usulan ini sedang dikaji di kantor pusat mengingat tingginya kebutuhan [batu bara] di Jateng,” ujarnya.
Bambang menuturkan kebutuhan batu bara untuk bahan bakar industri di Jateng mencapai 500.000 ton per tahun, belum termasuk kebutuhan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di beberapa daerah.
Menurut dia, batu bara yang dibongkar di Tanjung Emas juga untuk memenuhi kebutuhan industri di Cirebon, Jawa Barat, dengan pasokan kisaran 60.000 ton per bulan.
Posisi Tanjung Emas dinilai cukup strategis untuk memasok kebutuhan batu bara industri, sehingga jika proyek itu terealisasi dipastikan mampu mendongkrak aktivitas di pelabuhan itu, termasuk penambahan jumlah kunjungan kapal.
Ketua Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Jateng Eddy Raharto mengungkapkan angkutan batu bara hingga kini masih mendominasi aktivitas pengangkutan laut melalui Tanjung Emas dengan pangsa sekitar 80%.
Menurut dia, anggota INSA Jateng melayani pengangkutan komoditas itu dengan delapan tongkang per minggu dengan kapasitas 6.000-.000 ton per tongkang.
Eddy mengemukakan dari total produksi batu bara di Indonesia sekitar 80 juta ton per tahun, pemakaian di dalam negeri sekitar 30 juta ton per tahun dan sisanya diekspor ke sejumlah negara.
Menurut dia, kebutuhan batu bara dalam negeri per tahun diserap oleh industri 10 juta ton dan pembangkit listrik 20 juta ton, yang sebagian berada di Jateng.
“Angkutan batu bara memang mendominasi 80% aktivitas angkutan laut anggota INSA Jateng melalui Tanjung Emas, sebab kebutuhannya memang tinggi,” kata Eddy.(ndul)