JAKARTA, KOMPAS.com – Tak bisa dipungkiri, Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi salah satu destinasi cruise (kapal pesiar) di dunia. Padahal Indonesia sendiri belum memiliki operator kapal pesiar. Sayangnya, bisnis kapal pesiar belum digarap serius.
“Kita ini negara kepulauan. Kalau lihat di Miami, bisnis kapal pesiar ini menjanjikan. Bahkan CEO Royal Carribean sampai datang dua kali ke Komodo karena senang ke sana. Tapi kita akui kita belum serius mengurus bisnis cruise. Calon pelabuhan cruise baru satu yaitu Tanah Ampo di Karangasem, Bali. Tapi masih belum maksimal,” ungkap Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, pada acara Seminar Internasional Cruise Development of Indonesia, di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (30/5/2011).
Jero menuturkan perlunya pandangan baru dalam melihat potensi kapal pesiar. Karena, lanjutnya, masih rendah penekanan pada bisnis kapal pesiar. Misalnya seperti di Tanah Ampo perlu diperbesar agar bisa menerima kapal pesiar tanpa melepas jangkar. Saat ini, kapal pesiar yang mampir di Tanah Ampo harus melepas jangkar di laut dan tamu naik tender boat (semacam sekoci) untuk menuju daratan.
“Ini yang masih diragukan keamanannya oleh kapal-kapal itu. Luar biasa kapal yang masuk berkapasitas 2.000-3.000 penumpang. Kasihan pasar yang begitu besar. Jangan pikir untuk kembangkan hotel saja. Hotel sudah over, kebanyakan,” tutur Bupati Karangasem, I Wayan Geredeg kepada Kompas.com.
Ia menambahkan dengan adanya cruise, yang dibutuhkan bukanlah hotel, melainkan destinasi. Hal ini, lanjutnya, akan multi efek karena kaitannya dengan pedagang dan pasar.
Sementara itu, Remy Choo dari Singapore Tourism Board menuturkan penetrasi kapal pesiar di Asia masih kecil yaitu sekitar 0,05 persen. Sehingga, lanjutnya, kesempatan Asia untuk menarik pasar kapal pesiar masih besar.
“Cruiseline mulai melihat Asia sebagai destinasi. Mereka bergantung pada repeat customer (pelanggan tetap) dan mereka sebagai customer memerlukan destinasi-destinasi baru,” ungkapnya.
Menurut Remy, ada banyak yang bisa ditawarkan Asia sebagai destinasi karena budaya dan alamnya. Sehingga, lanjutnya, akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi tamu kapal pesiar.
“Kapal pesiar datang paling banyak saat musim dingin. Mereka keluar dari negaranya yang mengalami musim dingin. Ini keuntungan kita, karena kawasan Asia Tenggara bisa didatangi kapan saja,” tuturnya.
Sedangkan Captain Nikolaos Antalis sebagai Port Captain Marine Operations Royal Caribbean International menuturkan bahwa tidak hanya tamu kapal pesiar yang perlu diperhatikan, namun juga kru kapal pesiar. Jumlah kru kapal pesiar memang lebih kecil daripada jumlah tamu. Hanya saja, mereka pun berpotensi besar sebagai wisatawan.
“Seringkali kru mengeluarkan uang lebih besar saat pelesir di darat dibanding tamunya,” ungkapnya.
Ia menambahkan kru juga bertindak sebagai duta besar destinasi yang telah dikunjunginya.
“Karena mereka yang ujung tombak memberikan saran kepada tamu. Mereka akan ceritakan pengalaman mereka saat berkunjung di destinasi tersebut sebelumnya apakah destinasi itu bagus atau tidak. Ini salah satu yang menentukan keputusan tamu apakah mereka akan turun ke darat atau tidak,” jelasnya.
sumber: http://travel.kompas.com/read/2011/05/30/15055314/Bisnis.Kapal.Pesiar.Belum.Digarap.Serius