Manajemen kepelabuhanan nasional dinilai sudah tidak memadai untuk menjadi salah satu penggerak utama ekonomi nasional. Kondisi saat ini belum berdayaguna secara maksimal berkaitan dengan penciptaan efek ganda ekonomi pelabuhan (port economic multiplier effect) sehingga perlu dilakukan perubahan radikal.
“Manajemen kepelabuhanan nasional di Indonesia menghadapi persoalan kompleks. Karena itu, ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu perubahan kebijakan secara radikal dalam pengelolaan kepelabuhanan, peningkatan kompetensi SDM kepelabuhanan dan sinergi antar pihak terkait pembangunan pelabuhan,” ujar Sudjanadi pada orasi pengukuhan sebagai profesor riset bidang perhubungan laut.
Menurut dia, masalah klasik yang dihadapi kepelabuhanan nasional adalah dominasi kapal-kapal asing dalam pasar angkutan laut. Dia mengatakan, setiap tahun sekitar 93% dari 500 juta ton/m3 termasuk tujuh juta TEUs arus kontainer alih muat yang dilakukan melalui pelabuhan hub internasional negara tetangga, Singapura dan Tanjung Pelepas – Malaysia.
Dalam kondisi itu, pelabuhan Indonesia hanya berperan sebagai pelabuhan pengumpan (feeder). “Penyelenggaraan pelabuhan belum berdayaguna maksimal dengan penciptaan efek ganda ekonomi pelabuhan, yaitu kelancaran distribusi yang mampu memberikan sumbangan pendapatan kepada negara berupa pertumbuhan sektor industri didaerah, penerimaan pajak dan penciptaan kesempatan kerja,” jelas dia.
Sudjanadi menjelaskan, setidaknya beberapa persoalan krusial yang saat ini dihadapi kepalabuhanan nasional, diantaranya kebijakan kepelabuhanan tidak mendukung pemberdayaan pelayaran nasional (azas cabotage), belum adanya fasilitas pelabuhan utama yang mampu melayani kapal berukuran diatas 70.000 DWT dengan kedalaman perairan 16-17 M LWS, dan BUMN pelabuhan yakni Pelindo belum mampu menciptakan efek ganda ekonomi pelabuhan dan masih berorientasi pada keuntungan. (Investor Daily/Hum@s/dan)