DALAM kunjungannya ke beberapa daerah di Kalimantan beberapa waktu lalu, Presiden SBY sempat melontarkan kekagumannya terhadap kekayaan sumber daya alam yang dimiliki pulau terbesar kedua di Indonesia tersebut. Orang nomor satu di Indonesia ini juga menyebut Kalimantan merupakan pulau harapan masa depan. Hal ini tentu dapat dikaitken dengan paradigma yang sudah sejak beberapa tahun lalu berkembang dengan menyebut bahwa Pulau Jawa merupakan masa lalu, Sumatera adalah masa kini dan Kalimantan merupakan harapan masa depan.
Setelah berlalunya masa kejayaan bisnis kayu, Kalimantan memang memasuki era baru dengan mendalkan kepada komoditas unggulan: kelapa sawit dan produk turunannya serta batubara sebagai energi alternative pengganti ketergantungan dari bahan bakar minyak.
Namun, ketergantungan kepada minyak bumi maupun batubara yang sama-sama berasal dari fosil, berarti pula harus siap menghadapi kemungkinan buruk bila pada suatu saat nanti bahan galian ini habis dari cerukan bumi.
Moda Transportasi
“Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan di beberapa daerah Kalimantan saat ini memang sedang mengalami peningkatan cukup signifikan. Tetapi antara daerah satu dengan lainnya mempunyai karakteristik yang berlain-lainan. Ada yang tumbuh prospektif dan ada yang fluktuatif. Sebagai contoh, di Kalteng dengan komoditas yang didominasi oleh CPO, tampaknya akan terus tumbuh sesuai dengan permintaan pasar dunia yang terus meningkat. Sementara itu yang terjadi di Kalsel saat ini didominasi oleh komoditas batubara, yang lebih bersifat temporer sesuai dengan “demam” konversi dari penggunaan BBM ke bahan bakar alternatif” ungkap Direktur Operasi Pelindo III Faris Assagaf.
Guna mengantisipasi pertumbuhan tersebut, Managemen Pelindo III telah mengembangkan beberapa pelabuhan di wilayah kerjanya yang terletak di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Yaitu dengan mengembangkan dermaga curah cair di Bumiharjo, dermaga multipurpose di Bagendang dan mengembangkan pelabuhan kawasan Batulicin.
Provinsi Kalimantan Tengah memiliki tiga pelabuhan umum yang diusahakan oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III: Kumai dengan pelabuhan kawasan Sukamara dan Pangkalan Bun di jalur barat, Sampit dengan kawasan Kuala Pembuang, Samuda dan Pagatan Mendawai di tengah serta Pulangpisau dengan kawasan Kuala Kapuas dan Bahaur yang merupakan outlet jalur timur. Kecuali Pelabuhan Kumai di Teluk Kumai, pelabuhan-pelabuhan di Kalteng merupakan pelabuhan sungai yang terletak beberapa puluh mil dari muara di laut lepas.
Menyadari pentingnya moda transportasi laut, sejak beberapa puluh tahun lalu Pemprov Kalteng sangat berambisi membangun jaringan transportasi guna membuka isolasi daerah yang sebagian besar masih berupa hutan belantara. Selain pembangunan jalan darat Trans Kalimantan yang sebaian besar dibiayai oleh pemerintah pusat, juga terus diusahakan pembangunan bandar udara perintis dengan insentif berupa subsidi sampai tercapai load factor tertentu bagi perusahaan penerbangan yang mau mengisi rute rintisan yang biasanya mengalami kerugian di awal operasionalnya. Sinergi yang dibangun antara Pemda dengan maskapai penerbangan yang saat ini telah kelihatan hasilnya, adalah kerjasama Pemkab Kotim dengan Merpati Nusantara untuk jalur penerbangan Surabaya-Sampit. Pada awalnya rute ini hanya diisi dengan satu kali penerbangan dalam seminggu, kemudian meningkat menjadi dua kali seminggu, untuk kemudian menjadi tiap hari sekali dengan load factor diatas 85%.
Pelabuhan Laut
Obsesi terbesar Pemprov Kalteng sejak lama ialah membangun pelabuhan baru yang mempunyai akses langsung ke laut. Hal tersebut seperti pernah diungkapkan oleh Gubernur Teras Narang: “Ketika Kalteng dijadikan proyek lahan gambut sejuta hektar, Pemprov telah merencanakan membangun pelabuhan laut guna mengangkut beras ke luar pulau. Waktu itu sempat dibentuk kelompok studi yang anggotanya terdiri dari para akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat, untuk mengkaji kemungkinan Bahaur sebagai pelabuhan laut. Tetapi dengan mandegnya proyek lahan gambut sejuta hektar, seakan hilang pula wacana membangun pelabuhan laut. Padahal sampai hari ini Pemprov masih menugasi Dinas Perhubungan Provinsi guna melakukan kajian pembangunan pelabuhan laut”.
Masalahnya tentu tak semudah menggelar wacana. Sebab guna merealissasikan pembangunan pelabuhan, harus melalui berbagai pertimbangan, diantaranya:
1. Kecermatan dalam memilih lokasi dengan mempertimbangkan kondisi perairan agar tak ada kesulitan diakses dari sisi darat maupun sisi laut;
2. Membuat kajian potensi hinterland sebagai pendukung kegiatan pelabuhan;
3. Perhitungan biaya membangun fasilitas serta suprastruktur dan infrastruktur yang akan men jadi pendukung;
4. Menjajaki minat calon investor untuk menanamkan modal pada sector industri dan perdagangan;
5. Harus dilakukan sosialisasi kepada pemilik barang dan perusahaan pelayaran agar mau melakukan kegiatan di pelabuhan tersebut.
Konsep Logistik
Terus berkembangnya wacana membangun pelabuhan laut di Provinsi Kalteng, memunculkan pertanyaan mjen dasar: apa untungnya dengan memiliki pelabuhan laut dan apa ruginya mengembangkan pelabuhan sungai ? Selama ini cukup banyak contoh pelabuhan yang dibangun dengan anggaran “kagetan”, tetapi tetap idle setelah lebih dari lima tahun sejak dibangun. Hal seperti ini tidak saja hanya terjadi di Indonesia, bahkan bisa terjadi pula di Eropa. Salah satu contoh khas adalah terjadinya kekeliruan konsep logistik ketika akan membangun Ceres Terminal di Port of Rotterdam. Akibat yang terjadi kemudian adalah: selama lebih dari lima tahun sejak dibangun, terminal modern tersebut baru dikunjungi dua unit kapal pengangkut petikemas.
Membangun pelabuhan laut hanya untuk sekedar mengejar akses langsung dengan laut dengan kemungkinan akan dikunjungi oleh kapal-kapal bertonase besar, akan diperlukan investasi yang besar serta jaringan perdagangan yang juga lebih luas. Sementara mengembangkan pelabuhan sungai secara tepat akan bisa tetap memberi keuntungan, karena kedekatan dengan pusat-pusat penghasil komoditas yang menjadi unggulan. Kalau yang berkunjung hanya kapal-kapal kecil berukuran dibawah 10.000 ton sudah cukup bagus, daripada dikunjungi kapal yang besar tetapi barang yang diangkut kurang bisa memenuhi volume kapal yang ada”.
Beberapa tahun yang akan datang mungkin Kalteng sudah memerlukan adanya pelabuhan laut yang cukup representative. Hal tersebut seirama dengan meningkatnya volume perdagangan antar pulau dan ekspor. Tetapi untuk saat ini, ketika aktivitas bongkar muat dan pengapalan masih bisa dilaksanakan di fasilitas yang ada, yang lebih perlu ditingkatkan antaralain menyusunan system dan prosedur yang memungkinkan meningkatnya kontribusi bagi pendapatan daerah, dengan membangun sinergi antar institusi yang sudah ada ! Tentunya sambil berjalan, persiapan membangun pelabuhan laut harus dikaji ulang dengan cermat.
(humas Pelindo III)***