Implementasi ISPS Code di Indonesia
sudah berjalan empat tahun. Sejauh mana
keberhasilan yang dicapai ?
Kebiasaan dari suatu bangsa yang berkarakter isoterik, antara lain cepat akrab dengan orang baru, dan terlalu percaya terhadap orang-orang yang sudah dikenalnya. Hal seperti itu sering tergambar di pelabuhan umum yang sebagian dari fasilitasnya sudah mendapat sertifikasi ISPS Code Compliance. Masih dijumpai orang-orang yang tak mempunyai hak, dengan leluasa masuk ke restricted area.
Apa masih bisa ? Padahal dua orang yang berjalan di apron tersebut tak mengenakan ID Card khusus tamu seperti yang ditentukan oleh aturan.
‘Nggak apa-apa mas, saya sudah kenal baik kedua orang itu. Yang rambutnya pendek itu reserse dan yang memakai jaket hitam itu wartawan yang biasa meliput di pelabuhan’ kata seorang petugas keamanan yang ditanya Reporter Dermaga.
Penerapan Disiplin
Kearifan lama menyebutkan: kebakaran besar, bisa berawal dari bara yang kecil. Hal tersebut dapat diuraikan dengan kalimat panjang, yang intinya berupa peringatan bahwa setiap faset kehidupan yang kurang pas dengan tatanan, memiliki potensi besar untuk menimbulkan bahaya dan kerusakan yang fatal.
Disiplin yang merupakan salah satu unsur utama dalam penerapan managemen keamanan, tampaknya menjadi barang yang mahal di negeri ini. Tetapi tak berarti tidak mungkin diwujudkan. Hal itu sudah dibuktikan dengan apa yang dicapai di berbagai fasilitas yang memerlukan sekuriti tingkat tinggi. Antaralain yang dicapai Terminal Petikemas Surabaya (TPS) dalam mengadopsi system dan prosedur managemen yang telah diterapkan jauh-jauh hari sebelum orang lain disibukkan dengan ketentuan IMO (International Maritime Organization) tentang ISPS Code.
Tentunya juga bukan suatu kebetulan, bahwa keberhasilan dalam menerapkan system dan prosedur keamanan pada fasilitas pelabuhan, justru terjadi di perusahaan-perusahaan yang bersifat multinasional. Selain TPS yang sebagian sahamnya dikuasai Dubai Port World (sebelumnya oleh P&O;), hal serupa juga terjadi di DUKS Adaro di Tanjung Pemancingan serta IBT di Mekarputih, Kotabaru.
Maka patut dicatat bahwa meskipun tak ada ‘bau-bau’ asingnya, ternyata TPKS Tanjung Emas, dalam ukuran tertentu telah berhasil menerapkan system dan prosedur seperti keamanan sesuai ketentuan SOLAS 74 yang diadopsi dalam bentuk ISPS Code.
Dibawah Standar
Tahun 2007 lalu di beberapa pelabuhan Indonesia sempat muncul ke’heboh’an akibat pernyataan dari United State Coast Guard (USCG) terhadap beberapa fasilitas pelabuhan yang sudah memiliki sertifikasi compliance, tetapi masih harus ditata ulang karena dinilai belum memenuhi ketentuan standar ISPS Code. Di lingkungan kerja Pelindo III terdapat dua fasilitas yang terkena ‘jeweran’ tersebut: Terminal Jamrud Utara Tanjungperak dan Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
Lepas dari penilaian USCG yang hanya dilakukan dengan random sampling, tetapi hal itu menampilkan realita bahwa di banyak pelabuhan-pelabuhan Indonesia masih didapati penerapan managemen keamanan yang berada dibawah standar. Hal itu dapat dilihat dari data, bahwa di wilayah kerja Pelindo IV yang mayoritas terdiri dari kepulauan dan mencakup sekitar 40% perairan Indonesia, ternyata hanya terdapat tak lebih dari empat pelabuhan umum yang telah mendapatkan sertifikasi ISPS Code Compliance.
Kendala utama yang dihadapi oleh operator pelabuhan umum untuk mendapat sertifikasi, terletak pada tingginya biaya yang harus dikeluarkan, sementara fasilitas yang dikelola belum bisa memberi kontribusi besar. Bahkan untuk pelabuhan besar sekelas Tanjung Emas sekalipun, masih harus menempuh jalan ‘patungan’ bersama DUKS yang ada di lingkungan pelabuhan seperti Pertamina, Sriboga, dll.
Tetapi harus diakui bahwa kesadaran menerapkan managemen keamanan untuk kapal dan pelabuhan di Indonesia, sudah kian meningkat. Kalau pada tahun 2004 baru terdapat 189 fasilitas pelabuhan yang sudah menerima ISPS Code Compliance, maka tiga tahun kemudian telah meningkat jadi 220 fasilitas. Pada kurun waktu yang sama, peningkatan jumlah kapal yang menerima ISPS Compliance juga meningkat dari 353 unit menjadi 521 unit.
Untuk pelabuhan utama Tanjungperak, sampai saat ini masih terus dilakukan pembenahan di berbagai bidang. Selain meningkatkan SDM, juga dilakukan tambahan peralatan patroli, serta pemasangan CCTV (Close Circuit Tele Vision) dan monitor X-ray yang berasal dari bantuan Jepang.
Kahumas Pelindo III, Iwan Sabatini mengatakan: yang masih harus dikembangkan adalah kerjasama dengan institusi lain yang ikut berperan di pelabuhan, karena keamanan pelabuhan bukan semata-mata menjadi tanggungjawab fihak operator. Pelindo III secara umum akan meningkatkan mutu layanan dengan didukung aspek keamanan Pelabuhan, untuk itu Manajemen Pelindo III sedang terus mensosialisasikan kepada seluruh cabang untuk mempersiapkan implementasi serta upaya semuanya dapat meraih sertifikasi ISPS Code, sertifikasi ini bukan semata symbol namun merupakan wujud bahwa pelabuhan sebagai pintu gerbang perairan disetiap daerah atau kota benar benar aman, semoga…..
(humas pelindo III/ nil)**