JAKARTA: Pemerintah mempercepat penghentian keterlibatan asing dalam pengoperasian 12 jenis kapal penunjang kegiatan lepas pantai atau off shore tanpa menunggu jadwal penerapan asas cabotage secara penuh pada 1 Januari 2011.
Berdasarkan dokumen Dephub yang diterima Bisnis, 12 jenis armada penunjang kegiatan lepas pantai yang sudah tertutup bagi asing, yakni kapal tunda, tongkang, crew boat (pengangkut kru), mooring boat (kapal pandu), landing craft (kapal pendarat), crane barge (sejenis tongkang) berkapasitas 100 ton, dan utility vessel (pengangkut peralatan). Selain itu, oil barge (tongkang minyak), pilot barge (sejenis kapal pandu), security boat (kapal patroli), sea truck (sejenis pengangkut kru), dan anchor boat (pengangkut jangkar).
Ketua Bidang Angkutan Lepas Pantai Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (DPP INSA) Sugiman Layanto mengatakan penghentian keterlibatan asing untuk 12 jenis armada off shore itu disepakati dalam rapat Departemen Perhubungan, pekan lalu.
Dia mengungkapkan rapat itu melibatkan Direktorat Perhubungan Laut Dephub, pengurus DPP INSA, dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
BP Migas juga telah menyampaikan kesepakatan tersebut kepada para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dalam rapat kerja instansi itu dengan sejumlah stakeholder industri perkapalan dan lepas pantai nasional di Surabaya, 27 Juli 2009.
Sugiman menegaskan implementasi kesepakatan itu sangat penting agar momentum penerapan asas cabotage (komoditas domestik wajib diangkut oleh kapal berbendera Indonesia) tetap terjaga.
“Kesepakatan itu untuk mempercepat implementasi asas cabotage di off shore,” katanya kepada Bisnis, kemarin.
Menurut dia, pengusaha pelayaran nasional sudah mampu menggantikan peran berbagai jenis kapal yang ditutup lebih cepat bagi asing karena jumlah armada berbendera Indonesia telah mencukupi.
“Seharusnya pemerintah sudah menutup bagi asing untuk terlibat dalam kegiatan lepas pantai yang menggunakan 12 jenis kapal tersebut sejak tahun lalu karena pengusaha nasional sudah mampu,” tegas Sugiman.
Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP INSA Paulis A. Djohan menambahkan penutupan keterlibatan kapal asing dalam kegiatan off shore yang menggunakan 12 jenis kapal sudah berlaku.
Menurut dia, penutupan bagi asing itu untuk memastikan jadwal penerapan asas cabotage secara penuh 1 Januari 2011 tidak berubah. “Kebijakan itu untuk menunjukkan komitmen menerapkan asas cabotage,” katanya.
Paulis menegaskan INSA optimistis penerapan asas cabotage secara penuh, termasuk bagi kegiatan lepas pantai dapat terlaksana sesuai target yang ditetapkan selama ada komitmen yang kuat dari pemerintah.
Berdasarkan data BP Migas, jumlah kapal yang beroperasi untuk semua kegiatan hulu migas nasional kini mencapai 613 unit dengan 541 kapal di antaranya berbendera Indonesia, sedangkan sisanya berbendera asing.
Secara keseluruhan, total kebutuhan investasi untuk menggantikan kapal off shore asing sekitar US$3 miliar-US$4 miliar.
Kepastian
Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Dephub Leon Muhamad ketika dikonfirmasi Bisnis mengatakan kebijakan itu untuk memberikan kepastian bagi pengusaha nasional terkait dengan penerapan ketentuan distribusi komoditas dalam negeri yang wajib dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia.
Menurut dia, kebijakan itu merupakan bagian dari rencana aksi penahapan penerapan asas cabotage untuk kegiatan off shore berdasarkan ketersediaan armada nasional. “Itu untuk memberikan kepastian bagi pelayaran nasional,” tegasnya.
Pelaksanaan asas cabotage diatur dalam Pasal 8 UU No. 17/2008 tentang Pelayaran yang menyebutkan kegiatan angkutan laut di dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional, dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh awak berkewarganegaraan Indonesia.
Berdasarkan road map asas cabotage, kewajiban angkut komoditas di dalam negeri menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk minyak dan gas (migas) dan batu bara paling lambat pada 1 Januari 2010, sedangkan angkutan lepas pantai 1 Januari 2011.(ndul)