10 Oktober 2008
PP KAWASAN INDUSTRI TUNGGU PENGESAHAN PRESIDEN
10 Oktober 2008
MENTERI PERHUBUNGAN GANTI DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT
09 Oktober 2008
KEPADATAN LAPANGAN TPS MENURUN
09 Oktober 2008
PIPA GAS BAHAYAKAN LALU LINTAS PELAYARAN, DEPHUB PERINGATKAN KERAS KODECO
09 Oktober 2008
ANGKUTAN LAUT DAN KERETA LEBIH DIMINATI
08 Oktober 2008
SETUMPUK PR DITENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN
08 Oktober 2008
REVISI PERPRES NO.67/2005 DIPERCEPAT
08 Oktober 2008
BEA CUKAI DESAK PENUTUPAN PELABUHAN TIDAK RESMI
26 September 2008
2009, TAK ADA LAGI BUMN RUGI
24 September 2008
PELNI SIAP BERSAING KELOLA TERMINAL KAPAL PENUMPANG
Berita Per Bulan:
  Lihat buku tamu
  Isi buku tamu
  LINK TERKAIT:
  PELINDO I
  PELINDO II
  PELINDO IV
  DEPARTEMEN PERHUBUNGAN RI
  BUMN RI
  Jumlah pengunjung : 15635
  Pengunjung online : 3
  Corporate Secretary
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III
[email protected]
BEA CUKAI DESAK PENUTUPAN PELABUHAN TIDAK RESMI
Tanggal Kirim:08 Oktober 08

JAKARTA: Ratusan pelabuhan laut tidak resmi yang tersebar di seluruh Indonesia dinilai paling rawan menjadi tempat masuk barang impor ilegal ke wilayah pabean Indonesia, sehingga Ditjen Bea dan Cukai meminta Departemen Perhubungan segera menutup pelabuhan tersebut.

“Permintaan untuk menutup ratusan pelabuhan tidak resmi itu sudah disampaikan secara resmi kepada Dirjen Perhubungan Laut Dephub,” ungkap Anwar Suprijadi, Dirjen Bea Cukai, kemarin.

Dia mengungkapkan hal tersebut dalam jumpa pers mengenai persiapan Bea dan Cukai mengantisipasi masuknya barang impor ilegal dari China sebagai akibat terpuruknya per- ekonomian Amerika Serikat.

Di Pulau Batam saja, kata Anwar, terdapat 46 pelabuhan tidak resmi yang selama ini dijadikan tempat pendaratan barang impor ilegal, kemudian diangkut menggunakan kapal antarpulau ke Pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan lain di Indonesia.

Dia mengatakan jumlah pelabuhan tidak resmi lebih banyak di Kepulauan Riau dan wilayah perbatasan lainnya. “Catatan mengenai jumlah pelabuhan tidak resmi dan jumlah wilayah pelabuhan yang rawan masuk barang ilegal itu ada di Bea dan Cukai,” tuturnya.

Menurut Anwar, Bea Cukai sudah menyampaikan hal tersebut secara resmi kepada sejumlah departemen dan ins- tansi terkait.� 

Dia mengatakan Ditjen Bea dan Cukai melakukan langkah antisipasi serbuan produk impor dari negara-negara yang kehilangan pasar di AS. Produk impor itu dipastikan memengaruhi pasar domestik dan bisa menghancurkan industri dalam negeri.

Pemasukan produk tersebut, kata Anwar, dapat melalui berbagai cara seperti melalui prosedur kepabeanan yang ber- laku, tetapi dengan praktik underinvoice dan dumping atau menjual dengan harga di bawah biaya produksi.

Selain itu, dilakukan dengan cara penyelundupan dengan cara manipulasi data pemberitahuan pabean ataupun penyelundupan fisik melalui jalur pelabuhan tidak resmi atau melalui perorangan.

Dia mengatakan langkah yang kini dilakukan oleh Bea Cukai adalah meningkatkan pengawasan terhadap barang impor ataupun ekspor ilegal yang berpotensi merugikan keuangan negara dan memperlemah daya saing industri da- lam negeri.

Pengawasan itu, lanjut Anwar, berupa patroli bersama kantor wilayah Bea Cukai Kepulauan Riau, Pekanbaru, Batam, dan Tanjung Balai Kari- mun untuk mencegah masuknya impor ilegal melalui jalur barat Selat Malaka.

Bea Cukai juga membentuk unit khusus antinarkoba, pembentukan tim pengawasan arus lalu lintas barang melalui laut, udara, sungai, dan darat. Pembentukan tim pengawasan terhadap pengusaha penerima fasilitas kepabeanan dan pembentukan tim pengawas cukai atau produksi hasil tembakau dan minuman mengandung etil alkohol.��  (Aidikar M. Saidi/Bisnis Indonesia/Hum@s-dan)


Berita lain pada bulan ini:
1.PP KAWASAN INDUSTRI TUNGGU PENGESAHAN PRESIDEN   (10 Oktober 08)
2.MENTERI PERHUBUNGAN GANTI DIRJEN PERHUBUNGAN DARAT  (10 Oktober 08)
3.KEPADATAN LAPANGAN TPS MENURUN   (09 Oktober 08)
4.PIPA GAS BAHAYAKAN LALU LINTAS PELAYARAN, DEPHUB PERINGATKAN KERAS KODECO  (09 Oktober 08)
5.ANGKUTAN LAUT DAN KERETA LEBIH DIMINATI   (09 Oktober 08)
6.SETUMPUK PR DITENGAH LIBERALISASI PERDAGANGAN   (08 Oktober 08)
7.REVISI PERPRES NO.67/2005 DIPERCEPAT   (08 Oktober 08)