Belajar dari Australia, RI Bakal Bangun Pelabuhan Khusus Sapi dan Kerbau
Jakarta – Hari ini, Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan melakukan kunjungan ke Australia. Pemerintah melihat proses pengangkutan sapi di negara pengekspor sapi terbesar ke Indonesia ini.
Mangindaan mengunjungi kota Darwin dan menelurusi proses pengangkutan sapi, mulai proses pengangkutan dari peternakan dengan truk besar berkapasitas 60 ekor sapi, lalu ditempatkan ke lokasi transit sapi dan kemudian dipindahkan dengan kapal lewat koridor khusus sapi di pelabuhan yang mirip pacian kuda.
"Dalam beberapa rapat kabinet, selalu dibicarakan mengenai upaya untuk membenahi pengangkutan sapi dari berbagai pulau dalam upaya peningkatan Ketahanan pangan Indonesia. Kami pun langsung mempelajarinya dari Australia," ujar Mangindaan dalam siaran pers, Rabu (6/2/2013).
Dikatakan Mangindaan, perlu disiapkan area khusus transit ternak sebelum diangkut dengan kapal. Di daerah transit tersebut sapi yang akan diangkut dilakukan pengecekan dan perawatan, sehingga sapi yang benar-benar sehat yang akan diangkut. Untuk keberhasilan pengembangan angkutan laut ternak ini perlu dukungan dan peran serta berbagai pihak mulai dari Ditjen Peternakan, Kementerian Pertanian, para peternak serta pihak pelayaran dan pelabuhan.
Mangindaan menyatakan kegembiraannya bahwa PT Pelni sudah menyatakan kesanggupan untuk menyediakan kapal pengangkut ternak, namun masih belum diputuskan apakah membeli kapal baru atau melakukan modifikasi kapal kargo menjadi kapal pengangkut ternak.
Menurut Mangindaan, Kemenhub sudah memiliki rencana yang jelas dalam pengembangan angkutan laut ternak dengan membangun fasilitas terminal khusus sapi dan juga akan membangun kapal pengangkut sapi.
"Pemerintah akan bangun terminal di Lampung dan Sumba. Dari dua pelabuhan itu tercatat pengangkutan sapi terbanyak," ujarnya.
Sementara itu, dikatakan Plt. Dirjen Perhubungan Laut Leon Muhammad, kapal pengangkut sapi yang akan dibangun pemerintah diharapkan akan mengangkut 1.500 ekor sapi. "Ukuran kapalnya 3.000 GT (GT), dengan prediksi biaya Rp 100 miliar," ujar Leon. Sebagai pembanding, ukuran kapal feri di Merak-Bakauheni antara 3.000-5.000 GT.
"Meski pengadaan kapal pengangkutan sapi belum dianggarkan Kementerian Perhubungan dalam APBN 2013, namun saya ingin supaya dialokasikan pada APBN Perubahan 2013. Saya pikir ini penting, dan kita mampu membangunnya," ujar Mangindaan.
Transportasi bukan sekedar melayani mobilitas orang tetapi juga barang termasuk hasil produksi pertanian. Menurut Mangindaan, sudah ada industri galangan kapal di Pulau Batam yang siap untuk membangun kapal khusus sapi. "Jadi kapal itu dibangun sendiri di dalam negeri, tidak diimpor," ujar Mangindaan.
Mangindaan menyontohkan metode pengangkutan sapi yang salah dengan menggantung sapi menggunakan jala dari Nusa Tenggara Timur yang membuat bobot sapi susut bahkan ada yang mati dalam perjalanan. Penyusutan berat sapi cukup signifikan, sekitar 20-25 kilogram untuk seekor sapi.
"Kalau harga daging sapi mencapai Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram, dapat dibayangkan berapa kerugiannya," ujar dia. Kerugian tersebar, kata Mangindaan, justru ditanggung peternak yang sebagian besar adalah peternak perorangan. Sebab harus menanggung akibat penyusutan bobot sapi bahkan merugi bila sapi mati. Ditambahkan Menhub, di Australia, dalam hal sapi mati ketika dikapalkan maka tanggungjawabnya berada diihak pembeli sapi atau agen.
Dalam kesempatan itu, Mangindaan mengatakan, selama ini angkutan laut ternak sapi dilakukan oleh kapal-kapal pelayaran rakyat. Dahulu PT Pelni pernah menyelenggarakan angkutan laut ternak sapi, namun karena alami kerugian maka angkutan Pelni tersebut menghilang dan pengangkutan menggunakan kapal-kapal kayu.
Dia mengakui selama ini angkutan bagi ternak menjadi satu masalah, terlebih dalam memenuhi kebutuhan daging nasional. Selama ini angkutan ternak sapi dilakukan seadanya saja. Hal tersebut juga lantaran pasokan ternak berasal dari peternak kecil.
Mangindaan mencontohkan kondisi berbeda terjadi di Australia, selaku produsen sapi yang besar. Sebab itu Indonesia juga belajar dari Australia perihal angkutan ternak tersebut. Menteri juga menawarkan jika Kementerian Pertanian membutuhkan angkutan untuk bibit sapi maupun sapi potong.
"Apa kita perlu siapkan satu tempat di mana ada kapal dan sekalian pendingin untuk sapi potong," cetus Mangindaan.